Sultan Agung Hanyokrokusumo, raja Mataram Yogyakarta, pernah menyerang Batavia dua kali, yakni pada tahun 1628 dan tahun 1629. Pada penyerangan yang kedua itu pasukan Sultan Agung mampu membakar gedung Staadhuis tersebut. Gedung Staadhuis itu ternyata tidak hanya berfungsi sebagai kantor Balai Kota saja, akan tetapi juga sebagai kantor Dewan Urusan Perkawinan, Kantor Balai Harta (Jawatan Pegadaian) dan kantor Pengadilan (Raad Van Justitie). Oleh karena itu gedung Staadhuis tersebut oleh masayarakat dikenal juga sebagai Gedung Bicara.
Karena gedung juga berfungsi sebagai kantor pengadilan maka dilengkapi pula dengan sel atau ruang penjara sementara menunggu fonis pengadilan. Ruang penjara itu berada di lantai dasar dibagian belakang. Hal yang menarik adalah, bahwa digedung Staadhuis itu pernah ditawan beberapa pahlawan nasional, antara lain Pangeran Diponegoro, sebelum dibuang ke Makasar (Ujung Pandang), dan Cut Nyak Dien pahlawan wanita yang berasal dari Daerah Istimewa Aceh. Selain itu pula orang Cina dan bahkan orang Belanda yang melawan pemerintah. Kasusnya bermacam-macam, selain kasus politik ada juga kasus utang-piutang dan kasus kriminal.
Pada tahun 1925 sampai Jepang masuk ke Indonesia, gedung Staadhuis tersebut menjadi Balaikota Propinsi Jawa Barat oleh pemerintah Hindia Belanda. Setelah perang kemerdekaan sampai dengan bulan desember 1945 menjadi Balai kota Propinsi Jawa Barat dan selanjutnya dijadikan Kantor Kodim 0503 Jakarta Barat, sedangkan dibagian belakang untuk tempat tinggal keluarga. Ketika dijadikan kantor KODIM 0503, Taman Fatahillah didepannya yang luas itu pernah berfungsi sebagai terminal bis kota. Akhirnya pada tahun 1972 Pemerintah DKI Jakarta memugar gedung tersebut dan diresmikan sebagai menjadi Museum Sejarah Jakarta pada tanggal 30 Maret 1974.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar